Ali Bin Abi Thalib


“Ali Bin Abi Thalib”
Biografi
    Ali bin Abi Thalib adalah assabiqunal awwalun, sepupu Rasullullah Saw., dan juga khalifah terakhir dalam Khulafaur Rasyidin menurut pandangan Sunni. Namun bagi Islam Syiah, Ali adalah khalifah pertama dan juga imam pertama dari 12 imam Syiah.
Ali dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, pada tanggal 13 Rajab. Ali dilahirkan 10 tahun sebelum dimulainya kenabian Muhammad, sekitar tahun 600 Masehi. Beliau bernama asli Haydar bin Abu Thalib. Namun Rasullullah Saw. tidak menyukainya dan memanggilnya Ali yang berarti memiliki derajat yang tinggi di sisi Allah.
Proses Pengangkatan
          Setelah Utsman terbunuh pada malam Jum’at 18 Dzulhijjah tahun 35 H, kaum muslimin mendatangi Ali ra. Dan membai’at beliau sebelum jenazah Utsman dimakamkan. Pada awalnya Ali bin Abi Thalib ra. menolak bai’at mereka. Beliau menghindar ke rumah milik Bani Amru bin Mabdzul, seorang Anshar. Beliau menutup pintu rumah, beliau menolak menerima jabatan khilafah tersebut namun mereka terus mendesak beliau. Orang-orang datang mengetuk pintu dan terus mendesak. Mereka membawa serta Thalhah dan az-Zubair Mereka berkata, “Sesungguhnya daulah ini tidak akan bertahan tanpa amir.” Mereka terus mendesak hingga akhirnya Ali bersedia menerimanya.
         Ali keluar menuju masjid lalu naik ke atas mimbar. Segenap kaum muslimin membai’at beliau. Peristiwa itu terjadi pada hari Sabtu tanggal 19 Dzulhijjah tahun 35 H.943 Ada yang mengatakan, Thalhah dan az-Zubair membai’at Ali setelah beliau meminta mereka untuk berbai’at. Sebagian orang mengira bahwa ada sekelompok kaum Anshar yang tidak membai’at Ali.
          Al-Waqidi berkata, “Orang-orang di Madinah membai’at Ali. Namun tujuh orang menarik diri dan tidak ikut berbai’at. Mereka adalah Abdullah bin UmarSa’ad bin Abi Waqqash, Shuheib, Zaid bin Tsabit, Muhammad bin Maslamah, Salamah bin Salaamah bin Waqsy dan Usamah bin Zaid. Dan tidak ada seorang sahabat Ansharpun yang tertinggal, mereka semua ikut berbai’at sejauh pengetahuan kami.”
            Saif bin Umar menceritakan dari sejumlah gurunya bahwa mereka berkata, “Selama lima hari setelah terbunuhnya Utsman kota Madinah dipimpin sementara oleh al-Ghafiqi bin Harb, mereka mencari orang yang bersedia memimpin. Penduduk Mesir mendesak Ali, sedang beliau sendiri menghindar dari mereka ke sebuah rumah. Penduduk Kufah mencari az-Zubair tapi mereka tidak menemukannya. Penduduk Bashrah meminta Thalhah, tapi ia tidak bersedia. Maka merekapun berkata, “Kami tidak akan mengangkat salah satu dari tiga orang ini.” Mereka menemui Sa’ad bin Abi Waqqash . Mereka berkata, “Sesungguhnya engkau termasuk salah seorang anggota majelis Syura!” Namun Sa’ad tidak memenuhi permintaan mereka. Kemudian mereka menemui Abdullah bin Umar. beliaupun menolak tawaran mereka. Merekapun bingung, lantas mereka berkata, “Jika kita pulang ke daerah masing-masing dengan membawa kabar terbunuhnya Utsman tanpa ada yang menggantikan posisinya, manusia akan berselisih tentang urusan ini dan kita tidak akan selamat.
         Mereka kembali menemui Ali dan memaksa beliau untuk menerimanya. Al-Asytar an-Nakha’i meraih tangan Ali dan membaia’tnya kemudian orang-orangpun ikut membai’at beliau. Penduduk Kufah mengatakan bahwasanya yang pertama kali membai’at Ali adalah al-Asytar an- Nakha’i. Peristiwa itu terjadi pada hari Kamis 24 Dzulhijjah. Itu terjadi setelah orang-orang terus mendesak beliau. Mereka semua berkata, “Tidak ada yang pantas memegangnya kecuali Ali.”
          Keesokan harinya pada hari Jum’at, Ali naik ke atas mimbar. Orang-orang yang belum membai’at beliau kemarin berbondong-bondong membai’at beliau. Orang pertama yang membai’at beliau saat itu adalah Thalhah kemudian az-Zubair Bai’at ini terjadi pada hari Jum’at 25 Dzhulhijjah tahun 35 H.
Pemerintahan
            Pada saat pemerintahannya Ali Bin Abi Thalib itu melewati beberapa perang seperti contohnya perang jammal,siffin dan tahkim. Perang jammal adalah perang yang dipicu karena kaum Aisya tidak di terima bahwa yang ingin membalas atas meninggalnya utsman. Yang diikuti oleh putri Abu Bakar dan istri rosullullah. Perang Shiffin adalah peperangan antara Ali dan Muawiyah. Muawiyah adalah anak Abu Sufyan paman Utsman. Pemuka Bani Umayyah yang amat disegani dan dipatuhi oleh laskarnya.Dengan memperhatikan selintas lalu, akibatnya yang kelihatan ialah Ali menang, tetapi jika diperhatikan dengan teliti kelihatanlah bahwa perang jamal ini akibatnya sangat besar dan amat dalam dari yang kelihatan semula.
       tahkim adalah Kedua laskar memutuskan untuk memilih dua orang pelaku perdamaian (hakamain) dari kedua belah pihak. Muawiyah menugaskan Amr bin Ash sebagai perwakilan perdamaian dari pihaknya. Sedangkan dari pihak Ali ditunjuklah Abdullah bin Abbas,hanya saja kaum Khawarij dan penduduk Yaman menolak, mereka malah meminta Abu Musa al-Asy’ari untuk menjadi perwakilan perdamaian. Ali terpaksa menerima hal ini karena Abu Musa al-Asy’ari dipilih oleh suara terbanyak.
      Kedua perwakilan ini berkumpul pada bulan Ramadhan. Sesungguhnya tidak terdapat keseimbangan dalam pertahkiman ini. Mereka bersepakat untuk menanggalkan pemimpin kedua belah pihak, yakni Ali dan Muawiyah. Maka tampillah Abu Musa al-Asy’ari dan Amr bin Ash untuk mengumumkan hasil tahkim mereka ke hadapan khalayak. Amr bin Ash mempersilakan Abu Musa al-Asy’ari untuk maju terlebih dahulu. Maka majulah Abu Musa mengumumkan bahwa dia telah menurunkan Ali dari jabatannya. Tetapi setelah itu, Amr bin Ash maju mengumumkan bahwa dia setuju memperhentikan Ali, kemudian diumumkannya bahwa dia menetapkan Muawiyah.
Kemajuan dan Jasa – Jasanya
    1. Perkembangan dalam Bidang Pemerintahan
Situasi ummat Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sudah berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Ummat Islam pada masa pemerintahan Abu Bakar dan Umar Ibnu Khattab masih bersatu, mereka memiliki banyak tugas yang harus diselesaikanny.Selain itu, kehidupan masyarakat Islam masih sangat sederhana.
Namun pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan keadaan mulai berubah. Perjuangan pun sudah mulai terpengaruh oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Oleh karena itu, beban yang harus dipikul oleh penguasa berikutnya semakin berat. Usaha-usaha Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dalam mengatasi persoalan tersebut tetap dilakukannya, meskipun ia mendapat tantangan yang sangat luar biasa. Semua itu bertujuan agar masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang dilakukannya diantaranya :
a.       Mengganti Para Gubernur yang diangkat Khalifah Usman Ibnu Affan
          Semua gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman Ibnu Affan terpaksa diganti, karena banyak masyarakat yang tidak senang
           - Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur Syria.
           - Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur Syria.
           - Usman Ibnu Affan sebagai gubernur Basrah.
           - Umrah Ibnu Syihab sebagai gubernur kuffah
          - Qais Ibnu Sa'ad sebagai gubernur Mesir
           - Ubaidah Ibnu Abbas sebagai gubernur Yaman
b.       Menarik kembali tanah milik negara
          Pada masa pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan banyak para kerabatnya yang diberikan fasilitas dalam berbagai bidang, sehingga banyak diantara mereka yang kemudian merongrong pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan dan harta kekayaan negara.
                   Oleh karena itu, ketika Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menjadi Khalifah, ia memiliki tanggung jawab yang besar untuk menyelesaikannya. Beliau berusaha menarik kembali semua tanah pemberian Usman Ibnu Affan kepada keluarganya untuk dijadikan milik negara.Usaha itu bukan tidak mendapat tantangan. ketika Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib banyak mendapat perlawanan dari para penguasa dan kerabat mantan Khalifah Usman Ibnu Affan. Salah seorang yang tegas menentang ketika Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib adalah Muawiyah Ibnu Abi Sufyan. Karena Muawiyah sendiri telah terancam kedudukannya sebagai gubernur Syria. Untuk menghambat gerakan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, Muawiyah menghasut kepada para sahabat lain supaya menentang rencana Khalifah, selain menghasut para sahabat Muawiyah juga mengajak kerjasama dengan para mantan gubernur yang dicopot oleh Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib. Kemudian terjadi perang Jamal, perang Shiffin dan sebagainya.Semua tindakan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib semata bertujuan untuk membersihkan praktek Kolusi, korupsi dan Nepotisme didalam pemerintahannya. Tapi menurut sebagian masyarakat kalo situasi pada saat itu kurang tepat untuk melakukan hal itu, yang akhirnya Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib pun meninggal ditangan orang-orang yang tidak menyukainya. Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib bekerja keras sebagai Khalifah sampai akhir hayatnya, dan beliau menjadi orang kedua yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad Saw.
2. Perkembangan di Bidang Politik Militer
          Dalam perang Shiffin Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mengetahui benar bahwa siasat yang dibuat Muawiyah Ibnu Abi Sufyan hanya untuk memperdaya kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menolak ajakan damai, karena dia sangat mengetahui bahwa Muawiyah adalah orang yang sangat licik.Namun para sahabatnya mendesak agar menerima tawaran perdamaian itu. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan istilah "Tahkim" di Daumatul Jandal pada tahun 34 Hijriyah. Peristiwa itu sebenarnya merupakan bukti kelemahan dalam system pertahanan pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib. Usaha Khalifah terus mendapat tantangan dan selalu dikalahkan oleh kelompok orang yang tidak senang terhadap kepemimpinannya.
      Karena peristiwa "Tahkim" itu, timbullah tiga golongan dikalangan umat Islam, yaitu :
          1. Kelompok Khawarij
          2. Kelompok Murjiah
          3. Kelompok Syi'ah (pengikut Ali)
.
3. Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa
                   Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab, banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai sumber hukum Islam.
                   Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menganggap bahwa kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang akan mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Al-Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu ( Qawaid Nahwiyah ).
                   Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari masyarakat Arab akan mendaptkan kemudahan dalam membaca dan memahami sumber ajaran Islam.
4. Perkembangan di Bidang Pembangunan
          Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, terdapat usaha positif yang dilaksanakannya, terutama dalam masalah tata kota. Salah satu kota yang dibangun adalah kota Kuffah.
          Semula pembangunan kota Kuffah ini bertujuan politis untuk dijadikan sebagai basis pertahanan kekuatan Akan tetapi, lama kelamaan kota tersebut berkembang menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi bahkan kemudian menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan Ilmu Nahwu, Tafsir, Hadits dan sebagainya.
          Pembangunan kota Kuffah ini dimaksudkan sebagai salah satu cara Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mengontrol kekuatan Muawiyah yang sejak semula tidak mau tunduk terhadap perintahnya. Karena letaknya yang tidak begitu jauh dengan pusat pergerakan Muawiya Ibnu Abi Sufyan, maka boleh dibilang kota ini sangat strategis bagi pertahanan Khalifah.
Kemunduran
      Pemberontakan yang banyak terjadi pada masa kekhalifahan ali bin abi thalib menyebabkan kemunduran pemerintahanya contohnya :
      Pemberontakan Talhah, Zubair dan Aisyah
      Terjadi pada tahun 36 H. Talhah, Zubair dan Aisyah  didukung oleh penduduk Basra. Perang yang terjadi diantara kedua pihak itu disebut perang Jamal. Talhah dan Zubair terbunuh. Sedangkan Aisyah ditawan kemudian   
Pemberontakan Mu’awiyah bin Abi Sufyan
      Terjadi pada tahun 37 H. pemberontakan ini menyebabkan terjadinya perang Sffin. Pada perang itu, Mu’awiyah bin Abu Sufyan hamper kalah. Kemudian terjadi perjanjian damai (tahkim) dan perang berakhir.
      Pemberontakan kaum khawarij
      Kaum Khawarij adalah pasukan Ali bin Abi Thalib yang kecewa terhadap hasil tahkim. Mereka lalu memberontak dan meletuslah perang Nahrawan pada tahun 38 H. pasukan Khawarij berhasil  dikalahkan
Hikmahnya
  1. Mengenal doa dan munajat
  2. Mengenal akal, pengetahuan ilmu 
  3. Mengenal Nahjul Balaghah
  4. Mengenal Tauhid, keadilan dan hari akhir
  5. Mengenal kepemimpinan ilahi (kenabian dan imamah)
  6. Mengenal Imam Mahdi
  7. Mengenal pemerintahan Islam: filsafat dan prinsip
  8. Mengenal ibadah dan kewajiban
  9. Mengenal akhlak dan pendidikan
  10. Perlu dipahami bahwa suatu kehidupan dakwah senantiasa penuh dengan tantangan. Sebagai seorang Muslim hendaklah menghadapinya dengan tanpa putus asa, penuh kesabaran, kebijakan dan ketentraman hati, juga memohon kepada-Nya serta lebih mempererat ukhuwah Islamiyyah, agar tercipta suatu tatanan masyarakat yang aman, damai, sentosa dan sejahtera dengan persatuan dan kesatuan yang kokoh.


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

0 komentar:

Posting Komentar